Mahasiswa Sekaligus Santri
Mendengar kata Mahasiswa pasti tidak asing
lagi di telinga masyarakat, Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan
tinggi, baik di universitas, institut atau akademik. Mereka yang terdaftar
sebagai murid di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa. Tetapi pada
dasarnya makna mahasiswa tidak sesempit itu. Mahasiswa adalah Seorang agen
pembawa perubahan. Menjadi seorang yang dapat memberikan solusi bagi
permasalahan yang dihadapi oleh suatu masyarakat bangsa di berbagai belahan
dunia. Begitupun dengan santri, Santri adalah murid kiai yang di didik dengan
kasih sayang untuk menjadi mukmin yang kuat (yang tidak goyah imannya oleh
pergaulan, kepentingan, dan adanya perbedaan). Santri juga adalah kelompok yang
mencintai negaranya, sekaligus menghormati guru dan orang tuanya kendati
keduanya telah tiada.
Ketika
mendengar seorang mahasiswa yang mesantren atau
biasa disebut mahasantri,
kadang paradigma kita atau bahkan mahasiswa itu sendiri merasakan adanya dua
hal yang berbeda, yang saling berlawanan, antara kuliah dan pesantren.
Permasalahan ini sering dialami oleh mahasiswa yang berperan ganda seperti itu.
Terkadang merasa terbebani ketika harus berperan secara optimal pada keduanya,
bahkan ada yang mengatakan, harus ada yang dikorbankan salah satu dari keduanya.
Nah, Bagaimana kita menyikapi hal ini? Tentu hal itu dapat kita sikapi dengan
bijak, jika kita mampu bersikap dengan benar. Namun permasalahan yang sering
terjadi sekarang ini, ilmu yang kita miliki tidak bertambah tapi permasalahan yang datang
semakin kompleks, sehingga yang terjadi adalah “riweuh”.
Dalam dunia sosial, salah satu ciri kedewasaan
seseorang itu ialah rasa tanggung jawab. Sejauh mana ia bertanggung jawab
terhadap beban yang menjadi tanggung jawabnya, hal itu bisa berupa tanggung
jawab kepada Allah, kepada diri sendiri, manusia lain bahkan lingkungan.
Tanggung jawab ini muncul ketika ia secara aturan masuk dalam suatu sistem,
ketika ia menyatakan diri masuk ke dalam dunia kampus, maka ia memiliki tanggung
jawab terhadap kampus, begitupun pada pesantren. Maka jika dihadapkan pada
masalah pesantren dan kuliah, solusinya bukan memilih salah satu dan
mengorbankan yang satunya lagi, itu bukan sikap yang bijak. Namun bagaimana
caranya kita bisa membawa keduanya berjalan secara seimbang dan optimal. Karena
prinsip Islam itu bukan memilih satu, dunia saja misalkan, atau akhirat saja.
Tapi bahagia duniawi dan bahagia ukhrowi, ini memang sulit, tapi tidak mustahil
bukan?
Maka langkah yang harus di ambil yaitu
berpikir terintegrasi, menjadikannya sebagai “great combination”, yang
menyatukan keduanya menjadi sebuah kekuatan. Namun, hal itu harus diiringi pula
dengan “good planning” perencanaan yang baik. Sebagaimana dalam
kata-kata mutiara, “orang yang gagal dalam perencanaan berarti ia sedang
merencanakan kegagalan”, salah satu komponen dalam perencanaan ialah memiliki
visi, misi, program dan tujuan yang jelas yang dibantu dengan “manage of
time”. Maka sudah seharusnya seorang santri yang berprofesi sebagai mahasiswa
membuat perencanaan yang matang, salah satu ayat Al-Qur’an yang menerangkan
tentang hebatnya perencanaan adalah QS. Al-Hasyr ayat 18 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (١٨)
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan.
Ayat ini dengan jelas menunjukkan pentingnya membuat pererncanaan, karena
yang membuat perencanaan saja bisa gagal, apalagi yang tidak memiliki
perencanaan.
Setelah kita mengetahui pentingnya perencanaan, maka selanjutnya bagaimana
action kita dalam mengintergrasikan pesantren dengan Kampus, pertama kita harus
merasa butuh atau perlu pada dua lembaga ini, kalau kata guru ngaji “Mun ges
butuh mah bakal beutah” maka kita munculkan rasa butuh kita pada pesantren dan pada kampus, dan
bersikaplah secara profesional. Kedua, tidak memisahkan kedua ilmu itu, karena
pada hakikatnya ilmu apapun itu semuanya berasal dari Allah SWT. jadikan ilmu
itu menjadi terintegrasi dan komperhensif jangan dikotomi, jangan membedakan
ilmu itu agama dan ini ilmu umum, tapi menyinergikan keduanya. Ketiga, bersikap
adil, artinya kita dapat mengondisikan diri kita, dimana kita berada, dimana
bumi dipijak disitu langit dijunjung. Karena definisi adil adala (وَضْعُ شَيئٍ فِى
مَحَلِّهِ) menempatkan sesuatu pada
tempatnya. Dia yang beruntung adalah yang mampu menempatkan dirinya dimanapun
ia berada.
Terakhir, memiliki peran ganda seperti santri dan mahasiswa sesungguhnya
merupakan sebuah kelebihan, yang jika kita mampu mengarahkannya itu akan
menjadi sesuatu yang sangat luar biasa.
Mantap
ReplyDelete